Mengenal Lebih Dekat Nurdin Ranggabarani Calon DPD-RI No.16, Ini Profil Singkatnya -->
Cari Berita

iklan 970x90 px

Mengenal Lebih Dekat Nurdin Ranggabarani Calon DPD-RI No.16, Ini Profil Singkatnya

TalkingNewsNTB.com
15 Januari 2024

 


Bima, TalkingNEWSntb.com -- Hampir semua orang berani bersuara lantang, vocal, di era keterbukaan saat ini. Tapi tidak banyak pada era orde baru dahulu, sebelum peristiwa reformasi 1998. Jika berani, bisa saja hal-hal buruk akan menimpa. Terluka atau dipenjara. Bahkan yang terburuk, “Dijemput dan menghilang”. Mereka bersuara saat moncong bedil mengancam. Salah satu mahasiswa yang cukup berani bersuara saat itu adalah Nurdin Ranggabarani. 


Halaman depan Universitas Mataram, jalan pendidikan sekitar 1988-1989. Ratusan mahasiswa tampak berkumpul membuat lingkaran. Seorang pemuda berdiri di tengah. Posturnya kecil, tidak tinggi. Mengenakan celana jeans belel, jaket jeans lusuh dan topi. Tangan kanannya memegang megaphone yang didekatkan ke mulutnya. Dengan berapi-api dia orasi membakar semangat kawan-kawannya.


Orasinya begitu berapi-api. Saat itu, aksi demonstrasi adalah peristiwa langka. Tidak banyak orang berani berdemonstrasi. Jadi, jika ada aksi, membuat bulu kuduk berdiri bagi orang yang melihatnya. Mereka yang melakukan aksi bak pahlawan.


Nurdin bersama kawan-kawan akivisnya menyurakan tentang ketidak adilan, pemberantasan korupsi, dan masalah-masalah lainnya.


Dalam setiap orasinya, Ketua Presidium Forum Komunikasi Mahasiswa Mataram (FKMM) ini kerap menyerang pejabat-pejabat korup dengan sebutan “tikus-tikus kantor”. Akhirnya, Nurdin dikenal dengan jargon “Tikus-Tikus Kantor” di kalangan aktivis.


Suami dari Nurwahidah, S.Ag ini lahir di Pernang, Kecamatan Buer, Kabupaten Sumbawa, pada 3 Februari 1969. Nurdin adalah bungsu dari empat bersaudara dari pasangan H. Daeng Raba dan ibunda Hj. Daeng Naning. Kakak sulungnya adalah Dr. Ir. H. Manggaukang Raba, MM. Kepala Dinas Arpusda NTB. Dra. Hj. Intan Sunardi Ayub, (Isteri H. Sunardi Ayub, SH), dan Ir. Asmawati, Magister Pertanian (Dekan Fakultas Pertanian UMM).


Selama bergabung dengan para aktivis saat itulah, Nurdin kemudian berkenalan dengan aktifis nasional seperti Sri Bintang Pamungkas, WS Rendra, Adnan Buyung Nasution, dan Gunawan Moehammad. ‘’Tamat kuliah nanti, kamu ke Jakarta saja. Hubungi saya nanti di sana,’’ kata Sri Bintang Pamungkas (SBP) kepada Nurdin saat itu. Bahkan saat yudisium, SBP hadir dan memasang dasi Nurdin.


Selepas wisuda, Nurdin memasuki babak baru kehidupannya. Jika sebelumnya kehidupannya masih bergantung dari ‘Wesel Pos’ kiriman orang tua, kini harus mampu mandiri. Tidak mau berlama-lama, dia hijrah ke Ibu Kota Jakarta. Hanya berbekal tekad, dia mantap melangkahkan kaki meninggalkan kampung halaman. Hanya ransel lusuh di punggung naik Bus di terminal Sweta, Mataram. Tujuannya Jakarta.


Di Jakarta, Nurdin tinggal bersama Sri Bintang yang saat itu menjdi anggota DPR RI dari Fraksi PPP. Tinggal bersama petinggi negeri, tidak membuat Nurdin cepat mendapatkan pekerjaan. Meski tinggal serumah, namun Nurdin jarang bertemu dengan Sri Bintang. Bangun pagi, meja makan sudah siap dengan sarapan. ‘’Ketika saya membalikkan piring di atas meja, di bawahnya sudah ada uang. Rp 25 ribu,’’ kenang Nurdin. Uang itu dipakai untuk keliling Jakarta dan belanja.


Sebagai “Tau tama Pit” (istilah bahasa Sumbawa bagi orang yang menumpang di rumah orang), Nurdin berinisiatif mencuci mobil Sri Bintang. Tak disangka, hal ini membuat Sri Bintang marah. ‘’Pulang saja ke NTB! Saya tidak minta kamu ke Jakarta untuk cuci mobil,’’ kata Nurdin menirukan Sri Bintang. Demikian pula halnya ketika Nurdin mencoba merapikan taman. Menggunting bunga-bunga agar rapi. Malah membuat Sri Bintang murka.


Akhirnya Nurdin mengutarakan niatnya untuk menjadi Pengacara atau setidaknya bekerja di kantor pengacara. Sesuai dengan disiplin ilmunya. Sri Bintang gembira. Kemudian membuat Nota. ‘’Bawa ke Bang Buyung (Adnan Buyung Nasution). Salam dari saya,’’ kata Sri Bintang. Nurdin pun berangkat ke kantor Buyung, YLBHI. Sesampai di sana, Nurdin pun bertemu dengan aktifis-aktifis lainnya. Nota dari Sri Bintang tidak diberikan ke Buyung. Nurdin ingin menjual dirinya sendiri. Tanpa embel-embel nama orang lain.


Mengetahui hal ini, membuat Sri Bintang terharu. ‘’Saya bangga dengan kamu,’’ kata Sri Bintang sambil memeluk Nurdin. Nurdin pun bolak-balik rumah Sri Bintang dan kantor YLBHI. Namun bukannya kerja bersama Buyung, Nurdin malah tertarik menjadi wartawan. Saat itu dia bergabung dengan Tabloid “SINAR”. Pengalamannya bergabung dengan Pers kampus dan majalah dinding saat SMA, menjadi modal dia menjadi wartawan.


Selain menjadi wartawan, Nurdin juga menjadi aktifis pada Pusat Informasi dan Pendidikan Hak Azasi Manusia (PIPHAM) serta Pusat Informasi dan Jaringan Aksi untuk Reformasi Indonesia (PIJAR Indonesia) di Jakarta.


Malang melintang menjadi wartawan di ibu kota, dia bertemu dengan Muchsin Baffadal, Anggota DPR RI dari Fraksi PPP. Muchsin Baffadal adalah putra Taliwang, Sumbawa (Sumbawa Barat saat ini). Mengetahui ada putra Sumbawa di Jakarta jadi wartawan, menarik perhatian Muchsin. ‘’Kamu pulang saja ke Sumbawa. PPP butuh kader sekarang,’’ kata kata Nurdin dengan logat Talliwang menirukan Muchsin Baffadal. Ajakan Muchsin ini tidak langsung disetujui. Nurdin masih senang menjadi wartawan.


Oleh redaksinya, Nurdin ditugaskan ke NTB. Nurdin pun pulang kampung ke NTB. Di Mattaram, Nurdin bertemu dengan Agus Talino dan M.Jabir. Mereka kembali mengajak Nurdin masuk ke PPP. Namun belum diterima. Selanjutnya, Nurdin didatangi oleh Ir.H.Ibrahim dan Ir.Sirajuddin, dua orang putra H.Mahmud H.I Ketua PPP Sumbawa. Mereka menyampaikan salam dari ayahnya Mahmud HI.


Di kalangan aktifis mahasiswa, ada pertanyaan mendasar yang harus dijawab. ‘’Setelah lulus, Apa yang kita lakukan agar tetap bersuara mengkrtisi emerintah? Ada tiga solusi. Pertama, menjadi Wartawan. Dengan menjadi wartawan bsa menyuarakan aspirasi masyarakat. Kedua, menjadi Lawyer atau pengacara. Bisa memberikan bantuan hokum kepada masayrakat. Pilihn ketiga adalah menjnadi anggota DPRD atau DPR RI.


Untuk pilihan menjadi wartawan dan pengacara, dinilai masih dibatasi oleh Kode etik dan bisa dikontrol pemerintah. Pilihan ketika menjadi anggota dewan, lebih leluasa bersuara karena memiliki hak Imunintas. Perkataan angota dewan dilindungi oleh Undang-Undang. Dengan berbagai pertimbangan itu, menjelang Pemilihan Umum tahun 1997, Nurdin yang saat itu masih berusia 27 tahun memutuskan bergabung. Tujuannya satu. Agar bisa bebas bersuara untuk membela kepentingan rakyat.


Mengetahui Nurdin berabung dengan PPP, pemerintah saat itu ingin menghadang langkah Nurdin. Karena ketahuan, saat masih mahasiswa dan menjadi Ketua FKMM, Nurdin pernah mengajukan petisi Menolak bupati Sumbawa dari kalangan ABRI. Sementara Bupati saat itu adalah Jakob Koeswara, dari ABRI. Dan Jakob ingin mencalonkan diri lagi. ‘’Kalau Nurdin nomor urut 5, PPP kita kasi empat kursi. Kalau Nurdin nomor 1, PPP tidak kita kasi kursi,’’ kata Nurdin menirukan ancaman pemerintah saat itu.


Saat itu, kursi PPP hanya 2 kursi. PDI 1 kursi, Faksi ABRI 6 kursi, dan GOLKAR 28 kursi.
Namun Allah berkehendak lain. Nurdin berhasil terpilih sebagai anggota DPRD Kabupaten Sumbawa. Bahkan menjadi anggota DPRD termuda dalam usia 27 tahun. Saat itu PPP berhasil meraih tiga kursi. Yakni untuk Sarafuddin Nur, Nurdin Abdullah dan Nurdin Rangga Barani sendiri. Masuk masa Reformasi, diadakan Pemilu lagi tahun 1999. Kembali PPP meraiih 6 kursi. Dan Nurdin kembali terpilih. Saat ini, Nurdin dan Nurwahidah dikaruniai empat putra-putri. Ocha (Almh.), Emil (18), Rio (15) dan Ogi (12).


Riwayat Pendidikan Nurdin Rangga Barani, SD Negeri Pernang, tamat Tahun 1981. SMP Negeri 1 Alas, tamat Tahun 1984, SMA Negeri Alas, tamat pada Tahun 1987.


Pada 1987, Nurdin Ranggabarani masuk Fakultas Hukum Universitas Mataram. Setelah menamatkan jenjang Strata I pada Jurusan Hukum Tata Negara di Fakultas Hukum Universitas Mataram Tahun 1994. Lantas menyelesaikan program Pasca Sarjana pada Magister Ilmu Hukum di Universitas Mataram dengan meraih gelar Magister Hukum pada Tahun 2007. Saat ini Nurdin Ranggabarani sedang menyelesaikan disertasi tugas akhir jenjang S3 pada Program Doktor Ilmu Hukum di Fakultas Hukum Universitas Brawijaya Malang.


Selanjutnya berturut-turut, Nurdin Ranggabarani terpilih menjadi Anggota DPRD Kabupaten Sumbawa, masa bhakti 1999-2004 dan masa bhakti 2004-2009. Selama 10 (sepuluh) tahun, dalam tiga periode masa jabatannya di DPRD Kabupaten Sumbawa, Nurdin Ranggabarani bersama H.Muh.Amin, SH.,MSi (Wakil Gubernur NTB periode 2009 – 2014), dan H.M.Husni Djibril, BSc. (Bupati Sumbawa saat ini) bersama-sama menjabat sebagai Pimpinan DPRD di Kabupaten Sumbawa.


Nurdin juga pernah menjadi Calon Bupati Sumbawa berpasangan dengan Drs. H. A. Rauf Yusuf (2005), Calon Wakil Gubernur NTB berpasangan dengan DR. H. Zaini Arony, MPd. (2008) dan Calon Wakil Bupati Sumbawa berpasangan dengan H. Muh. Amin, SH. MSi (2010).


Dan kini, dalam Pemilu serentak 2019, Nurdin berikhtiar untuk menjadi anggota DPR RI. ‘’Untuk mengawal kepentingan Pulau Sumbawa, agar mereka tahu, bahwa Kita Tetap Ada,’’ Pungkasnya ketika ditanya misinya.


Sumber: Tarodompuinfo
Penulis: Fajar Rachmat